Kereta cepat Whoosh datang dengan gemerlap slogan kemajuan. Disambut meriah, dipromosikan sebagai simbol kebanggaan nasional. Tapi kini, di balik kilatan kecepatannya, muncullah pertanyaan yang lebih menggetarkan: Whoosh ini menuju masa depan, atau menjerumuskan kita ke jurang finansial selama 60 tahun ke depan?
Gerakan Rakyat menilai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC) bukan hanya proyek transportasi, melainkan proyek ambisius penuh risiko di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, mereka tak segan menyebutnya sebagai potensi “bancakan politik dan ladang korupsi” yang harus diseret ke meja pengusutan.
Anggota Dewan Pakar Gerakan Rakyat, Nandang Sutisna, berbicara lugas:
“Ini bukan sekadar proyek yang salah arah secara ekonomi. Ini keputusan gegabah yang meninggalkan utang raksasa. Jokowi harus bertanggung jawab!”
Rp120 Triliun untuk Proyek yang Belum Tentu Jadi Solusi – Atau Jadi Beban?
Menurut Nandang, biaya proyek ini mencapai USD7,27 miliar atau sekitar Rp120 triliun—bahkan bisa membengkak lebih dari Rp130 triliun setelah bunga dan restrukturisasi utang ke Tiongkok diperhitungkan.
Dan inilah bagian paling mencengangkan: utang ini bisa berlangsung hingga 60 tahun. Artinya?
🔻 Kita tetap mencicil saat relnya mulai berkarat.
🔻 Kita masih bayar saat keretanya sudah usang.
🔻 Anak cucu yang tak pernah naik Whoosh pun ikut menanggung cicilannya.
Ini kemajuan, atau jebakan masa depan?
Restrukturisasi 60 Tahun: “Penyelamatan” atau “Menunda Bencana”?
Gerakan Rakyat menilai restrukturisasi utang bukan solusi, melainkan kamuflase dari masalah yang lebih besar.
“Ini bukan penyelamatan. Ini menunda masalah, dan melemparkannya kepada generasi berikutnya,” tegas Nandang.
Ketika Jalan Rusak di Desa, Puluhan Triliun Disedot untuk Satu Rel Cepat
Saat banyak daerah masih berkutat dengan jalan berlubang, jembatan reyot, dan transportasi rakyat yang memprihatinkan, ratusan triliun digelontorkan untuk rute terbatas Jakarta-Bandung. Pertanyaannya:
- Ini proyek transportasi publik strategis atau proyek ego politik?
- Prioritas bangsa atau prioritas citra kekuasaan?
- Untuk rakyat atau untuk kepentingan segelintir pihak?
Seret ke Meja Hukum: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Gerakan Rakyat menyerukan KPK dan Kejagung agar turun tangan membongkar potensi penyimpangan. Jika benar ada bancakan anggaran, maka aktor di baliknya—siapa pun dan setinggi apa pun jabatannya—tidak boleh dibiarkan melenggang bebas.
“Jokowi tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab. Ia adalah pengambil keputusan utama – dan harus siap dimintai pertanggungjawaban,” tegas Nandang.
Siapkah Kita Membayar Mahal untuk Sebuah “Kebanggaan Instan”?
Kini pertanyaannya bukan lagi seberapa cepat Whoosh bergerak. Yang lebih penting: seberapa jauh konsekuensinya akan mengejar kita?
Karena jika proyek ini benar lebih cepat menggerus keuangan negara daripada mengangkut kesejahteraan rakyat, maka Whoosh bukan sekadar kereta cepat…
💥 Ia bisa menjadi kereta cepat menuju utang panjang.
💥 Ia bisa menjadi rel panjang menuju krisis kepercayaan.
💥 Ia bisa menjadi bukti bahwa kecepatan tidak selalu berarti kemajuan.
Dan jika pembiaran terus terjadi, maka suara rakyat mungkin akan menjadi lebih cepat dari Whoosh sendiri.

Posting Komentar