Kasus Swakelola untuk Prajurit TNI AD dan Jenderal Dudung Hingga Saat Ini

 


Siapa itu Jenderal Dudung Abdurachman? Jenderal Dudung pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD (KSAD) periode 2021-2023. Setelah itu, ia diangkat sebagai Penasehat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional dan menjabat sebagai Ketua Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP)

Latar Belakang Program KPR Swakelola untuk Prajurit

Di masa jabatannya Dudung memutuskan melanjutkan kembali program perumahan prajurit melalui Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP TWP) TNI AD. Ia menandatangani sejumlah surat perintah pencairan dana untuk pembangunan rumah prajurit:

Desember 2021: Rp 37 miliar untuk 375 unit rumah kepada PT Synergi Indojaya Perkasa

Januari 2022: Rp 250 miliar kepada PT Rimba Guna Makmur untuk pembangunan ribuan unit di banyak wilayah

Maret 2022: Tambahan Rp 292 miliar kepada 13 perusahaan untuk 4.631 unit rumah

Total dana yang dicairkan mencapai sekitar Rp 586,5 miliar

Permasalahan yang Timbul

Rumah Mangkrak dan Skema Pembayaran Tak Transparan

Banyak lokasi perumahan prajurit tidak jadi dibangun, atau bel;um diserahteirmakan, bahkan beberapa “lokasi” masih berupa sawah atau belum rampung sama sekali. Akibatnya para prajurit tetap dipotong gaji untuk KPR meski rumah belum ada.

Potongan Gaji yang Sangat Berat

Berdasarkan berbagai laporan investigasi (IndonesiaLeaks, Suara.com, Jaring.id, Tempo), ada prajurit kehilangan hingga 80% gajinya, dan tinggal tersisa antara Rp150.000-300.000 per bulan, seperti yang disebut Lukman: “ Dulu bisa kirim ke orang tua Rp 2 juta per bulan, sekarang tidak bisa kirim sama sekali.”

Audit dan Temuan Irjenad

Auditor internal TNI AD (Inspektorat Jenderal Angkatan Darat) mencatat banyak pelanggaran procedural dan potensi hukum dalam pencairan dana:

Tanpa paraf pejabat berwenang

Tidak ada verifikasi lapangan atau rekomendasi calon debitur

Pembayaran sekaligus, bukannya bertahap sesuai pedoman

Klaim dan Pembelaan Dudung

Dalam wawancara Juli 2025, Dudung menyatakan bahwa semua pencairan dana dimaksudkan untuk “menyuntik” agar pembangunan bisa dilanjutkan, bukan untuk melakukan korupsi. Ia juga menyangkal adanya paksaan alias “uang komando” dan menyebut potongan angsuran biasanya tidak lebih dari 30% gaji, dengan cadangan sertifikat tanah sebagai jaminan.

Reaksi DPR & TNI AD Terkini

KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak (pengganti Dudung) menyatakan TNI AD tengah membenahi sistem pembayaran:

Sudah mendata sekitar 4.000 prajurit terdampak

Skema baru:tabungan prajurit di uang muka, bunga dipangkas jadi hanya 5% cicilan diubah menjadi Rp1-1,2 juta per bulan

Kasus prajurit yang gajinya tersisa Rp 150.000 juga ditelusuri lebih lanjut

Komisi I DPR RI mempertimbangkan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menyelidiki kasus ini. Bisa memanggil Panglima TNI atau KSAD dan bahkan mengunjungi lokasi proyek mangkrak di berbagai daerah seperti Purwakarta, Bekasi, Riau, dan lain-lain.

Kontroversi ini menyoroti dilema antara niat memperbaiki kesejahteraan prajurit dengan implementasi yang terburu-buru dan kurang transparan. Meski sejumlah langkah perbaikan tengah dijalankan, proses hukum atau politik bisa saja diikuti oleh DPR atas dasar klarifikasi dan pertanggungjawaban.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama