Recents in Beach

Opini: Kepemimpinan Profetik: Seni Pengambilan Keputusan Dalam Bahasa Tindakan (Speech Act)

Sebelum membahas tentang persoalan judul diatas, izinkan penulis untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Rika Wd Nasution, saya lahir di Kota Kisaran Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara Pada tanggal 18 Agustus 1999. Saya merupakan seorang kader HmI-Wati Komisariat Justicia UNA Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Kisaran-Asahan, saat ini saya sedang mengikuti ADVANCE TRAINING (LK-III) di BADKO HMI JABODETABEKA-BANTEN. Advance Training sudah berjalan selama 5 hari, dan hari ini forum LK-III kedatangan pemateri yang bernama Fikri Suadu, M.D.,M.SI.,M.A. Beliau membawakan materi dengan tema diatas, saya diberi tugas oleh Master Of Training (MOT) untuk membuat Opini dari setiap materi.

Kepemimpinan profetik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rosul (Adz-Dzakiyaey dan Bakran, 2005: 12). Istilah profetik di Indonesia diperkenalkan oleh
Kuntowijoyo (1991: 45) melalui gagasannya mengenai pentingnya ilmu sosial transformatif yang disebut ilmu sosial profetik. Ilmu sosial profetik tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi
dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Ilmu sosial profetik mengusulkan perubahan berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu (dalam hal ini etika Islam), yang melakukan reorientasi terhadap epistemologi, yaitu reoreintasi terhadap mode of thought dan mode of inquiry bahwa sumber ilmu pengetahuan tidak hanya dari rasio dan empiri, tetapi juga dari wahyu.

Berdasarkan pengertian tersebut, kepemimpinan profetik dalam penelitian ini merupakan konsep kepemimpinan yang disusun berdasarkan sudut pandang agama, dalam hal ini Agama Islam, yang diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat. 
Inti dari kepemimpinan profetik adalah seorang pemimpin harus mencerminkan sifat-sifat yang
dimiliki oleh Nabi dan Rasul, yaitu: siddik, amanah, tabligh, dan fatonah. Raharjo (2011:67) menjelaskan sosok pemimpin tauladan harus memenuhi 4 pilar suri tauladan para Nabi dan Rosul, yakni:
a. Siddik, yaitu jujur, benar berintegrasi tinggi dan terjaga dari kesalahan, benar
dalam bertindak berdasarkan hukum dan peraturan.
b. Amanah, yaitu dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel dalam
mempergunakan kekayaan/fasilitas yang diberikan.
c. Tabligh, yaitu senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah
menyembunyikan yang wajib disampaikan dan tidak takut memberantas
kemungkaran/KKN dan sebagainya.
d. Fathonah, yaitu cerdas, memiliki intelektual, emosional dan spiritual yang tinggi
dan profesional, serta cerdik bisa mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan.

Profetik berasal dari kata prophet yang berarti Nabi.12 Sehingga kepemimpinan profetik dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan sebagaimana yang
dilakukan oleh para Nabi dan Rosul.13 Istilah profetik di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Kuntowijoyo (1991) melalui gagasannya mengenai
pentingnya ilmu sosial transformatif yang selanjutnya disebut ilmu sosial profetik. Ilmu sosial profetik tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Ilmu sosial profetik mencoba untuk melakukan reorientasi terhadap epistemologi, yaitu reoreintasi terhadap mode of thought dan mode of inquiry bahwa sumber ilmu pengetahuan tidak hanya dari rasio dan empiri, tetapi juga dari wahyu.14 Berdasarkan
pengertian tersebut, kepemimpinan profetik dalam kajian ini merupakan konsep kepemimpinan yang disusun berdasarkan sudut pandang Agama Islam, yang diimplementasikan dalam kepemimpinan di Perpustakaan.


Posting Komentar

0 Komentar